Jumat, 30 Oktober 2020

Rowo Jombor

Sungai kecil terletak di ujung Klaten
Bernama rowo jombor
Masyarakatnya pekerja nelayan

Banyak yang sedang mengayun biduk
Kala sore hari menyapa
Di ujung gunung merapi menghiasi

Terasa hati teduh kala bersantai di sini
Sekitar banyak yang memancing ikan
Pas, nuansa semacam ini

Pohon-pohon menghintari 
Kesejukan jiwa terasa
Oleh sebab pemandangan hijau 

(KLATEN, 30/10)



Minggu, 18 Oktober 2020

Kelam

Bagaimana sejarah mulai tercatat bahwa Indonesia dalam lubang yang kelam. Kini, orang-orang untuk berdiskusi saja sudah sulit teramat luar biasa. Apakah hal semacam ini terjadi pada masa kolonial Hindia-belanda?

Kita sudah menyadari bahwa Indonesia sudah berdiri 70 tahunan lebih, akan tetapi watak dan pikiran yang ditinggalkan para kolonial masih saja membekas. Pada tahun 2020, era sistem demokrasi tidak memberikan hasil memuaskan untuk kemerdekaan pikiran umat manusia Indonesia.

Yogyakarta salah satu bukti sebagaimana untuk konsolidasi saja terkait berbeda pandangan kepada pemerintah masih bersembunyi-sembunyi untuk mengedarkan ide-idenya tersebut. Ini membuktikan sejarah penjajahan saat ini masih saja terjadi.

Hal ini sendiri menurutku, sebagaimana harus ada dekolonisasi pikiran untuk mendobrak pintu-pintu pihak kolonial. Sebab, banyaknya pikiran-pikiran yang masih dikunci oleh doktrin-doktrin kenyamanan yang diedarkan oleh penguasa.

Tak hanya itu, ketakutan yang dibuat-buat penguasa yang mengeluarkan militerisme kepada mereka yang memperjuangkan kemerdekaan. Itu suatu keberhasilan yang telah berjalan berabad-abad lamanya oleh mereka penguasa. 

Konsep ini sendiri, sebenarnya diciptakan pada abad 15 (baca buku Il Principe) yang lalu atau masa peralihan zaman pencerahan. Namun, pada abad 21 ini masih saja relevan digunakan, bahkan pihak penguasa Indonesia menggunakan konsep abad 15 itu. 

 Di daerah Yogyakarta saja, saat ini (18/10) ketakutan yang teramat luar biasa terjadi. Mereka ditakut-takuti oleh intel membuat untuk mengedarkan pikiran sudah harus berhati-hati. Tempat berdiskusi saja tertutup.

Tak hanya Jogja daerah lain pun terjadi juga. Dengan begini, demokrasi yang diucapkan selama ini, benar membuktikan hal itu hanya utopia semata. Tak ada sebenarnya demokrasi, itu hanya bungkus yang diindah-indahkan saja akan tetapi isinya busuk. 

Berangkat dari apa yang telah diutarakan di atas tersebut, saya menarik intinya bahwasanya apa itu kemerdekaan hidup, kemerdekaan dalam berpikir hanya sebagai utopia saja.

 “Mari merawat hidup, merawat akal sehat.”


(Yogyakarta, 18/10) Cacatan tulisan: bahwasanya tulisan ini terkait dengan sejarah kelam Indonesia dalam luang celaka Omnibus Law. Ketika itu saya ikut dalam diskusi konsolidasi, maka memungkinkan untuk menulis hal ini.











Kamis, 15 Oktober 2020

Sore pinggiran kali

Sore di pinggir kali perkotaan Yogyakarta.
Aku menyaksikan kehidupan
Anak-anak kecil berlarian
Orang tua sedang duduk 
Ada yang memancing dan bermain layangan

Air-air mengalir dengan cepat
Tak terlalu kotor aliran sungainya
Langit sedikit menghitam
Aku duduk di atas 
Bersama lantunan musik

Hanyut sudah jiwa
Pikiran mengembara dengan imajinasi
Merasakan tentang sebuah kehidupan
Itu semua menghantarkan pada pertanyaan
Apakah sesungguhnya kehidupan itu?

Aku telah menyelam dalam pertanyaan
Dari satu tempat ke tempat lain mengembara
Untuk mencari jawaban, terkait kehidupan
Begitu rumit, begitu membingungkan
Aku ingin lebih mengetahui apa itu kehidupan.

(Kali code, 15/10)







Minggu, 11 Oktober 2020

Mengadu Pada Tuan-Tuan


Tuan, ruang itu sudah kosong.
Ruang yang tak pernah engkau datang.
Tuan, mengapa engkau meninggalkan ruang?
Kosong tuan, hilang serta terdiam.

Ke manakah engkau berdiam, tuan.
Bersembunyi ketika teman-teman menghilang.
Berada dalam jeruji besi, pemuda malang itu, tuan.
Pantaskah umur mudanya berada di jeruji besi, tuan?

Katamu engkau menjunjung solidaritas utuh.
Nyatanya itu semua basa-basimu semata, tuan.
Lihatlah mereka tuan:
Sudah dipukul, berdarah dan masuk jeruji pula, tuan.

Ah, tuan.
Awal bertemu mulutmu begitu manis sekali, tuan.
Tutur katamu membawa orang terpikat, tuan.
Tetapi di realitasnya itu muslihatmu semata, tuan.

Sudahkah hari ini engkau mendengarkan jeritannya:
Mereka menangis dalam jeruji besi, tuan. 
Masa mudanya hilang karena tipu muslihatmu, tuan.
Ah, tuan engkau manusia yang pandai memikat massa.

Namun, engkau pula yang menghantarkan ke dalam jeruji
Pantaskah tutur katamu orang bisa pegang, tuan?
Pantaskah kemerdekaan utuh itu akan datang?
Sedangkan, engkau menjebak teman seperjuangan sendiri. 

(Yogyakarta, 12/10) 








Kadipaten Dan Hujan

Angin di Jogja menyambut malam
Udara silir menyentuh kenangan
Barang berapa tahun yang silam
Kadipaten jejak catatan

Jalan-jalan kendaraan berlalu lalang
Satu malam yang mencekam
Ke manakah sang waktu menghantar 
Seorang pemuda yang gelisah akan masa depan

Semacam tak ingin melupakan
Musik memberi ruang ingatan
Kepada malam yang hening 
Kembali pada sang  silam

Yogyakarta mengadu kepada hujan
Memberi ruang menolak lupa ingatan
Pulanglah gadis malam
Kini hujan Oktober telah berlalu sayang

(Kadipaten, 12/10) 








Sabtu, 10 Oktober 2020

Sang Sopir Palangtritis- Jogja

“Rahsa mbayar.” Ungkap salah seorang sopir bis palangtritis- Jogja kepada mbah-mbah yang sudah tua kisaran 80an Tahun. Terlihat Mbah laki-laki itu baru pulang dari ladang, sehingga mengetuk hati sang sopir untuk tidak mengambil ongkos tersebut. 

Suasana di dalam bis pun tidak begitu ramai hanya ada 5 orang penumpang sama mbah tua tadi. Sangat jarang sekali dalam kehidupan hari-hari ini kita menjumpai orang semacam beliau, terlebih kehidupan ekonominya beliau sang sopir bisa dikatakan pas-pasan. 

Namun, pelajaran teramat luar biasa hari ini yang dicontohkan sang sopir yang berumur kisaran 60 Tahun kepada diri saya dan penumpang lainnya yang sedang ada di dalam bis tersebut.

Tak hanya itu, ketika saya ada di terminal palangtritis saja saya di perlakukan dengan baik dan sopan, mulai dari mengajak berbicara dan duduk di dekat ia. Tutur kata yang ia sampaikan ringan dan sederhana, akan tetapi lagi-lagi ucapan ia mengandung ucapan kasih sayang. 

(YOGYAKARTA, 10/10/20) 

Catatan tulisan ini: menaruh hormat kepada beliau sang sopir yang telah memberikan contoh kehidupan yang arif. 



 
 
 


Jumat, 09 Oktober 2020

Petani Kacang Tanah

Begitu lebarnya senyum seorang petani
Hidupnya sederhana penuh kebahagiaan 
Gotong royong saling bantu membantu
Itulah filosofi kehidupannya 
-
Kadang pernah tersirat dalam pikiran:
“Jadi petani itu susah gaji kecil hutang menumpuk”
Ah, manusia belum menjadi manusia sepenuhnya 
Masih suka menghakimi pikiran.
-
Padahal tidak demikian benar adanya
Petani kacang tanah di pinggir jalan palangtritis buktinya
Ia memberikan contoh bagaimana hidup sebenarnya
Hidup yang sangat sederhana namun penuh filosofi
-
Manusia modern harus banyak belajar dari petani
Jangan berlagak sombong tak ingin belajar dari petani
Jangan pula merasa agung atas gelar modern
Sebab kehidupan yang arif adalah menjunjung kesederhanaan.

(Jln. Palangtritis 10/10/20)  
 

Rabu, 07 Oktober 2020

Kata-kata yang tak perna mati

Aku tidak diam, tuan. 
Aku masih berkata-kata
Pena masih bisa menulis.
Menulis kekejaman penjajahan

Suaraku tak kuat
Tapi jiwaku berapi-api:
Melihat penjajahan  
Penjajahan apa pun itu.

Aku akan menulis setajam pedang
Secepat peluru senapan 
Dan itu akan menembus tubuhmu, tuan
Jangan kau sangka kau bisa tertidur, tuan.

Jangan pula kau berlagak sombong: 
Dengan kekuasaanmu saat ini.
Engkau akan pertanggungkan
Kelak di yaumul akhirat. 

Dan mereka yang kau jajah berkata:
“Pergilah kau ke neraka sana.”

(Bantul, 8/10/20)






Penghianat Bangsa Itu Sampa.

Berabad abad kita berduka
Penjajahan tak kunjung usai
Kita selalu menangis
Tetapi kita juga melawan penjajahan

Penjajahan begitu terlihat
Penjajah begitu menakutkan 
Sekaligus memberanikan jiwa muda kita
Kita bertemu dalam garis pengorbanan

Pengorbanan akan nasib orang banyak
Tak ada yang mesti kita takutkan benar-benar
Walaupun senjata meriam menebus badan
Jiwa merah tak gentar hal itu, tuan.

Kita menyaksikan begitu banyak penghianat bangsa.
Begitu memalukan bila mana mereka:
Berkata-kata demi rakyat dan bangsa.
Mereka tak pernah malu berkata-kata.

Mereka hanya sampa:
Yang mengatas namakan manusia
Mereka iblis menjelma manusia
Penghianat bangsa, tak pantas kita hormati.

Lebih-lebih kita berih gelar mereka:
Orang gila dunia, dan kekayaan nan Tahta.
Hari-hari ini abad 21 kita berperang 
Pada orang yang terlahir satu tanah. 

Mereka menciptakan Undang-undang perampokan kekayaan bangsa. 
Yang menciptakan UU itu, mereka yang duduk di kursi kekuasaan.
Yang melarang rakyat menolak serta memukul rakyat: 
Yaitu anjing peliharaan kekuasaan, berseragam serta bersenjata. 

Memalukan sekali menjadi penghianat bangsa.
Tak ada sekali kearifan hidup di tubuh mereka. 
Hanya ada kebusukan dan kekejaman saja. 
Hahaha.... Tuan, kalian akan tanggung di akhirat nanti.  


Selasa, 06 Oktober 2020

Mencatat Sejarah Kelam Indonesia

Bonbin Filsafat UGM menyaksikan ratusan mahasiswa, pemuda dari berbagai kampus dan lapisan sosial gelisah terhadap keadaan bangsanya. Mereka datang dengan semangat yang menggebu-gebu bahkan sangat marah terhadap kebijakan dan perilaku DPR-I dan jajaran yang membuat rancangan undang-undang Omnibus Law serta mengesahkan RUU tersebut menjadi UU.  

Sebelumnya, kemarin (5/10) pihak ARB telah melakukan aksi di jalan Gejayan sebagai bentuk perlawanan kepada pihak DPR-I serta jajaran yang terlibat pengesahan UU Omnibus Law pada tanggal 5 Oktober 2020 tersebut. Aksi tersebut dimulai pada sore hari hingga malam. 

Dengan demikian hari ini (6/10) pihak yang peduli terkait permasalahan negara wabilkhusus UU Omnibus Law mengelar lagi Teknik lapangan serta membahas ketimpangan pihak pemerintah (DPR-I, Presiden dan penguasa atau Oligarki) untuk melakukan aksi demonstran di Jogja Memanggil. 

Perbincangannya kian pelik, saling membantah argumen satu sama lain. Hal itu, terkait teknik lapangan, waktu aksi, bagaimana aksi tersebut di jalanan kan dan semacamnya. Saya benar-benar berimajinasi dalam akademi Plato di Yunani tersebut, mereka berargumen dengan ilmu tidak dengan sentimen. 

Orang-orang yang berdatangan di Bonbin Filsafat UGM berteriak satu sama lainnya melepaskan amarah yang ada di hati dan pikiran. Suasana semacam ini, belum pernah saya temui dalam kelas-kelas kampus, malah dalam ruang terbuka yang tercipta suasana akademik yang bermutu. Benar-benar suasana yang jarang ditemui, berbahagialah dirimu yang terlibat dalam suasana begini. 

Tak hanya itu, persatuan antara mahasiswa kampus lainnya tercipta di hari ini. Mereka berangkat dari rasa gelisah bukan semata-mata untuk memamerkan kelas yang berbeda. Satu rasa sama rata, itulah semboyan pada malam hari ini, barangkali suasana begini terjadi semasa pahlawan bangsa. Lagi-lagi berbahagialah dirimu, tuan Minke dan nyonya Anelis, terlibat dalam suasana begini. 

Malam semakin mencekam tubuh, suasana belum juga selesai saling bantah membantah argumen kian panas dalam arti semakin bermutu. Bagaimana gejolak pemuda kian menjadi-jadi, semacam itu harus dirawat agar sikap bermutu seorang pemuda terjaga. Sehingga, pihak penguasa tidak semena-mena terhadap rakyat. 

Maka, haruslah pemuda sudah adil sejak dalam pikiran dan tindakan itulah pesan salah seorang pahlawan bangsa. Pun pemuda sudah tidak boleh mengambil aman-aman saja, seolah keadaan negara dan kehidupan baik-baik saja. Padahal, peristiwa-peristiwa ketimpangan dalam negeri kian menjadi-menjadi. Mari merawat kehidupan, mari saling cinta mencintai, jangan berlagak sombong. Sebab, pada akhirnya manusia saling membutuhkan satu sama lainnya.  

(Bonbin kampus Filsafat UGM, 6/10) 














Jumat, 02 Oktober 2020

Hari Tani

Aliansi Gerakan 24 September (G24S) melakukan aksi memperingati hari tani Nasional pada Senin (24/9) di sepanjang jalan Malioboro. Aksi tersebut  dimulai dengan long march  di parkir abu bakar ali hingga titik akhir bundaran nol Km. Kemudian,  pada tahun ini aliansi tersebut mengambil tema dengan judul: “Rakyat Bersatu Menuntun Keadilan Agraria: Tolak Reforma Agraria Ala Rezim Jokowi dan Dampak Pembangunan Jateng-Jogja”.  
-
Dalam surat lembaran hari tani yang di sebar luaskan kepada masyarakat sekitar  aksi tersebut. Aliansi G24S menuliskan tentang persoalan-persoalan agraria di era Jokowi dan dampak pembangunan infrastruktur di wilayah Yogyakarta- Jawa Tengah. Sebagaimana tertulis berikut:
-
“Setelah 60 tahun lamanya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) ditetapkan, tak membuat kesejahteraan kaum tani dan rakyat membaik. Kemiskinan pedesaan dan perkotaan semakin dalam dan parah, ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah disertai konflik agraria tak terselesaikan hingga kini. Namun justru pelaksanaan reforma agraria diselewengkan demi kepentingan kaum modal. Melalui paket kebijakan ekonomi yang tertuang dalam Nawa Cita Jokowi-JK pada periode pertama, kemudian dilanjutkan pada periode keduanya telah memanipulasi hakikat reforma agrarian sebatas legalisasi aset dan liberalisasi sumber agraria.” 
-
Selanjutnya, dari pernyataan aliansi yang tertuang dalam surat lembaran hari tani aliansi G24S menyatakan 5 permasalahan pokok agraria di era Jokowi.
1. Bahwasanya Inti dari kebijakan Reforma Agraria ala Jokowi adalah legalisasi aset atau sertifikat isasi yang justru berorientasi untuk memperluas pasar tanah (land market) dan kredit perbankan. 
2. Program Reforma Agraria Jokowi tidak memiliki ketegasan terhadap penguasaan tanah besar jutaan hektar (perkebunan besar, hutan, Taman Nasional, dan pertambangan raksasa) oleh tuan tanah besar yang diwakili korporasi raksasa milik asing, perusahaan besar Negara, dan swasta dalam negeri sebagai dasar kokohnya sistem monopoli tanah dalam sistem pertanian terbelakang di Indonesia. 
3. Program RA Jokowi tidak memiliki kontrol atas sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan, teknologi dan alat kerja) dan harga produk pertanian sehingga dapat melindungi kaum tani.
4. Reforma Agraria ala Jokowi semakin menjerumuskan kaum petani sehingga kehilangan sumber penghidupannya dan dipaksa berpindah profesi menjadi buruh migran, buruh-buruh di perkebunan serta di pabrik-pabrik. 
5. Persoalan agraria tak hanya sebatas persoalan ekonomis saja, tapi juga persoalan hak demokratis rakyat yang dirampas secara brutal. 
-
Sedangkan di sektor pembangunan infrastruktur wilayah D.I Yogyakarta dan Jawa Tengah, aliansi G24S menuliskan, bahwasanya Pembangunan infrastruktur di wilayah Yogyakarta dan Jateng terus berlangsung masif. Mulai dari infrastruktur transportasi (tol Yogyakarta-Solo, Yogyakarta-Bawen, Yogyakarta-Cilacap, bandara YIA Kulonprogo, jalan lintas selatan, dll), listrik (PLTU batu bara, Cilacap) hingga air bersih (Bendungan Bener, Purworejo dan Bendungan Pasuruan, Magelang). Seluruhnya digalakkan besar-besaran untuk menyokong salah satu sektor mengancam kelangsungan hidup petani, semakin memperparah konflik agraria, memperbesar ketimpangan kepemilikan lahan dan praktik penggusuran demi investasi.
-
Rusdiyanto salah satu koordinator umum (Kordum) G24S mengungkapkan, mengapa isu agraria ini yang paling pokok untuk diselesaikan oleh pemerintah. Ia menerangkan bahwa Indonesia merupakan negara yang agraris , maka dengan itu  reforma agraria harus terealisasikan karena sangat penting. “ Karena dengan reforma agraria negara dapat meningkatkan produktivitas ditingkat pangan. Produktivitas tingkat pangan tersebut  bisa menghidupi, seluruh masyarakat, entah dari berbagai sektor apa pun itu-red  ” Tegas Rusdi 
-
Tuntunan massa aksi yang tergabung dalam G24S seperti  Cakrawala, Sekber, SMI-KPR, Pembebasan, LFSY, IMM-AR, Ruang Candu, FAM-J, LMND-DN, Walhi yaitu: Pertama, Laksanakan Landreform, cabut peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan UUPA No. 5 Tahun 1960, Kedua, hapus SG dan PAG, Tanah untuk rakyat, Ketiga, Sejahterakan masyarakat terdempak bangunan bandara; Keempat, Lahan, Modal dan Teknologi pertanian untuk petani penggarap: Kelima, Tolak liberalisasi pertanian dan berikan akses pasar kepada petani; Keenam,  Kembalikan sistem pertanian organik; Ketujuh  Stop intimidasi dan kriminalisasi petani; Kedelapan, Tolak pembangunan pertambangan Quarry di Wadas; Kesembilan, Gagalkan Omnibus Law; Terakhir, Berikan perlindungan hak terhadap masyarakat adat dan sahkan RUU PPMA (Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat).
-
Salah satu anggota aliansi G24S, Rahmi menambahkan  bahwa harapannya dengan adanya hari tani ini seluruh gerakan rakyat dapat melihat bahwa ketimpangan agraria dari Sabang sampai Merauke itu benar adanya. “Di tengah Covid-19- Red yang katanya masyarakat disuruh pembatasan berskala besar (PSBB), lockdown dan New normal itu bikin kita simpang siur.  Sedangkan di simpang siur tersebut, pemerintah sibuk mengesahkan omnibus Law dan juga ada menggusur tanah rakyat.” Imbuh Rahmi. 
-
Terakhir, massa aksi yang tergabung dalam G24S membuat video solidaritas terkait tindakan represif Tentara kepolisian Republik Indonesia di hari tani, kepada massa aksi yang pro demokrasi. Mereka juga meminta untuk bebaskan kawan-kawan mereka yang di tangkap oleh aparat negara seperti Ari mahasiswa Cakrawala Manado dan 20 aktivis Makassar. 

(Catatan buat tulisan ini, bahwa perna ingin dimuat dalam laman daring salah satu Lpm, tetapi karena ada beberapa faktor berita ini tidak dapat dimuat. Maka dengan ini, dari pada tulisan ini saya tidak gunakan lebih baik saya sher di blog saya, semoga ada manfaatnya.)

Yogyakarta. Hari Tani 24/9/20














Bangsa Yang Takut Pada Pikiran

Nampaknya, apa yang dikatakan carilah ilmu seluas-luasnya semasa di bangku sekolah serta ingin mencerdaskan kehidupan bangsa itu hanya sekedar embel-embel saja. Sebab, kita sudah menyaksikan dengan sendirinya fenomena-fenomena yang terjadi dewasa ini yaitu takut pada pikiran, sebagaimana melarang buku-buku yang berbau tidak pro dengan penguasa atau buku-buku yang telah di cap berbahaya dari zaman lampau.

Tak hanya itu, pembubaran ruang-ruang diskusi pun kerap terjadi jikalau membahas isu-isu yang sensitif, padahal itu sejarah dan pelanggaran HAM berat sebagaimana seharusnya dikaji bersama untuk mencari titik terangnya. Tetapi hal itu tidak pernah terjadi, malah terjadi tindakan kekerasan serta ancaman penjara.  

Apa lagi sangat di sayangkan ketika pihak yang melarang serta membubarkan aktivitas tersebut enggan untuk berdiskusi bersama, jangankan berdiskusi bersama “barang kali” membaca terkait hal itu saja tidak pernah.  Maka dengan ini sangat merugi, merawat fanatisme terlalu berlebihan tanpa ingin mengetahui paradigma kaum yang berseberangan. Seolah kebenaran sejati itu ada pada Ia. 

Oleh sebab inilah, mengapa budaya takut pada pikiran selalu terjadi dari tahun ke tahun. Bahkan hal itu sangat dirawat oleh pihak penguasa, ya ada sesuatu hal yang sebenarnya di sembunyikan. Dan sesuatu hal yang disembunyikan patut dicurigai serta dipertanyakan. 

Jangan sampai ketika sesuatu hal sudah menjadi lumrah membuat seseorang takut untuk mempertanyakan kembali. Apakah benar pelarangan tersebut untuk menjaga keamanan negara, ketenteraman negara atau semacamnya? Kalau-kalau itu semua hanya permainan politik yang ingin melanggengkan kekuasaan kelompok tertentu. Jangan-jangan!

Dan kita sendiri sangat merugi, ketika hanya menerima begitu saja kebiasaan yang tidak pernah masuk akal di terima begitu saja. Apa lagi bersikap berlagak menghakimi, tetapi tidak sama sekali ingin menelaah yang sebenarnya terjadi. Maka, perlulah mengkaji hingga pada titik akar permasalahannya, sehingga sikap fanatisme tersebut tidak terjadi. 
 

(Bantul, 2 Oktober 2020)

Kamis, 01 Oktober 2020

Pinggiran kali Code

Gedung-gedung menjulang tinggi, tertanda peralihan zaman sudah kian maju. Maju sebagian orangnya, maju kesombongan manusianya dan jauh terhadap realitas kehidupan yang sebenarnya. 

Jauh sekali antara orang yang berpunya dengan orang biasa, aku menyaksikan dengan sendirinya. Kali Code di pinggiran kali Yogyakarta, sebagaimana adanya masyarakatnya tersaingi dari peradaban yang maju ini. 

Mereka orang biasa, hanya berpakaian lusuh pekerjaan yang tak menentu.  Ada yang bekerja serabutan, ada becak, ada yang berjualan angkringan dan ada pula yang kerja hanya cukup menghidupi barang 2 orang saja. 

Sedangkan, di depannya, gedung besar-besar menjulang tinggi. Apakah, ada mereka bersilaturahmi kepada masyarakat Yogyakarta ini? Mereka sudah punya segalanya atas apa itu kemewahan hidup, kenyamanan hidup dan semacamnya. Namun, tidak dengan hatinya. 

Memang kehidupan hanya sebuah kegelisahan terhadap realitas kehidupan yang manusia ciptakan dengan sendirinya. Kehidupan Akan tentang sebuah kesombongan-kesombongan, keangkuhan atas apa pencapaian hidup. 

Kita telah memasuki zaman, telah bergelut dalam zaman yang kian kerdil, kian menjauh antar sesama manusia. Puncak di mana orang-orang membanggakan kemajuan peradaban umat manusia. Tetapi itu semua hanya kepalsuan semata. 

“ Aku bermimpi pada suatu hari nanti kelak umat manusia saling cinta mencintai, saling beri memberi tanpa ada jarak Tahta, harta dan kehormatan. Suatu hari nanti akan tiba.”

(Yogyakarta, 2 Oktober 2020)










Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...