Bagaimana sejarah mulai tercatat bahwa Indonesia dalam lubang yang kelam. Kini, orang-orang untuk berdiskusi saja sudah sulit teramat luar biasa. Apakah hal semacam ini terjadi pada masa kolonial Hindia-belanda?
Kita sudah menyadari bahwa Indonesia sudah berdiri 70 tahunan lebih, akan tetapi watak dan pikiran yang ditinggalkan para kolonial masih saja membekas. Pada tahun 2020, era sistem demokrasi tidak memberikan hasil memuaskan untuk kemerdekaan pikiran umat manusia Indonesia.
Yogyakarta salah satu bukti sebagaimana untuk konsolidasi saja terkait berbeda pandangan kepada pemerintah masih bersembunyi-sembunyi untuk mengedarkan ide-idenya tersebut. Ini membuktikan sejarah penjajahan saat ini masih saja terjadi.
Hal ini sendiri menurutku, sebagaimana harus ada dekolonisasi pikiran untuk mendobrak pintu-pintu pihak kolonial. Sebab, banyaknya pikiran-pikiran yang masih dikunci oleh doktrin-doktrin kenyamanan yang diedarkan oleh penguasa.
Tak hanya itu, ketakutan yang dibuat-buat penguasa yang mengeluarkan militerisme kepada mereka yang memperjuangkan kemerdekaan. Itu suatu keberhasilan yang telah berjalan berabad-abad lamanya oleh mereka penguasa.
Konsep ini sendiri, sebenarnya diciptakan pada abad 15 (baca buku Il Principe) yang lalu atau masa peralihan zaman pencerahan. Namun, pada abad 21 ini masih saja relevan digunakan, bahkan pihak penguasa Indonesia menggunakan konsep abad 15 itu.
Di daerah Yogyakarta saja, saat ini (18/10) ketakutan yang teramat luar biasa terjadi. Mereka ditakut-takuti oleh intel membuat untuk mengedarkan pikiran sudah harus berhati-hati. Tempat berdiskusi saja tertutup.
Tak hanya Jogja daerah lain pun terjadi juga. Dengan begini, demokrasi yang diucapkan selama ini, benar membuktikan hal itu hanya utopia semata. Tak ada sebenarnya demokrasi, itu hanya bungkus yang diindah-indahkan saja akan tetapi isinya busuk.
Berangkat dari apa yang telah diutarakan di atas tersebut, saya menarik intinya bahwasanya apa itu kemerdekaan hidup, kemerdekaan dalam berpikir hanya sebagai utopia saja.
“Mari merawat hidup, merawat akal sehat.”
(Yogyakarta, 18/10) Cacatan tulisan: bahwasanya tulisan ini terkait dengan sejarah kelam Indonesia dalam luang celaka Omnibus Law. Ketika itu saya ikut dalam diskusi konsolidasi, maka memungkinkan untuk menulis hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar