Tuan, ruang itu sudah kosong.
Ruang yang tak pernah engkau datang.
Tuan, mengapa engkau meninggalkan ruang?
Kosong tuan, hilang serta terdiam.
Ke manakah engkau berdiam, tuan.
Bersembunyi ketika teman-teman menghilang.
Berada dalam jeruji besi, pemuda malang itu, tuan.
Pantaskah umur mudanya berada di jeruji besi, tuan?
Katamu engkau menjunjung solidaritas utuh.
Nyatanya itu semua basa-basimu semata, tuan.
Lihatlah mereka tuan:
Sudah dipukul, berdarah dan masuk jeruji pula, tuan.
Ah, tuan.
Awal bertemu mulutmu begitu manis sekali, tuan.
Tutur katamu membawa orang terpikat, tuan.
Tetapi di realitasnya itu muslihatmu semata, tuan.
Sudahkah hari ini engkau mendengarkan jeritannya:
Mereka menangis dalam jeruji besi, tuan.
Masa mudanya hilang karena tipu muslihatmu, tuan.
Ah, tuan engkau manusia yang pandai memikat massa.
Namun, engkau pula yang menghantarkan ke dalam jeruji
Pantaskah tutur katamu orang bisa pegang, tuan?
Pantaskah kemerdekaan utuh itu akan datang?
Sedangkan, engkau menjebak teman seperjuangan sendiri.
(Yogyakarta, 12/10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar