Kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri sendiri. - Jalaluddin Rumi.
Persoalan belakangan ini menjadi semakin rumit dan menarik untuk mengulasnya ketika berhadapan dengan idealis para anak-anak mudah. Idealis yang terus dipupuk dalam jiwa dan pikirannya. Mereka memiliki mimpi-mimpi besar dan memukau isi pikiran ketika berbicara tentang mimpi.
Mimpi yang terdengar begitu besar dan menggelegar isi dunia. Ada yang bermimpi untuk membalikan keadaan dunia. Ada yang ingin mengubah kondisi pendidikan, merombak teknologi, dan membawa perubahan dalam lapisan masyarakat secara umum.
Begitu banyak mimpi-mimpi itu terdengar di telinga. Bukan hanya itu, mimpi itu juga semacam ada sihir kala diucapkan. Sihir yang membuat orang tertarik terus mendengar dan terus mendengar.
Namun, dalam hal ini pula terdapat paradoks yang nyata. Paradoks itu tentang mimpi yang terkadang dapat menjebak seseorang jatuh dalam lamunan jurang. Jurang kekecewaan dan jurang putus asa.
Sebab, seseorang mampu mengucapkan mimpi yang besar ketika mereka merasa pintar. Merasa ia mampu untuk merubah di luar dirinya terlebih dahulu dan begitu optimisme. Akan tetapi, ada satu kenyataan pahit yang mesti diungkapkan bahwa mimpi-mimpi besar itu layak diperjuangkan, tapi….
Di sinilah letak tapi itu, yaitu sebelum merubah atau memperbaiki di luar atau mimpi-mimpi itu tadi. Seseorang patutlah terlebih dahulu menyelesaikan diri sendiri terlebih dahulu. Menyelesaikan persoalan jiwa dan pikiran sendiri.
Setelah seseorang dapat keluar dan selesai dengan diri sendiri barulah mereka paham. Paham bahwa untuk merubah kondisi atau mimpi-mimpi tadi ia harus menolong diri terlebih dahulu. Setelah itu, baru dapat mewujudkan mimpi-mimpi itu tadi.
Oleh karena itulah, penting untuk lebih dekat dengan diri sendiri. Dekat artinya mampu memahami diri sendiri dan mengendalikan diri. Mengendalikan diri sendiri artinya dapat mewujudkan apa yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar