Senin, 10 Januari 2022

Membayangkan Musim Semi di Hati

Membayangkan Musim Semi di Hati
 
Semenjak musim semi hadir tanaman bermunculan dengan indah. Bunga, pohon, dan daun-daun berubah menjadi suatu hal memanjakan mata nan hati. Entah mengapa musim semi memiliki cara tersendiri menyajikan musimnya kepada manusia. 
 
Musim semi membawa kesempatan kepada manusia untuk melihat bunga-bunga Sakura menebarkan pesonanya. Orang Jepang biasanya pada musim semi akan menyaksikan bunga sakura bermekaran. Biasanya kegiatan menyaksikan ini disebut dengan ohanami. 
 
Kegiatan ohanami acapkali dipenuhi dengan makan dan minum bersama juga bernyanyi. Menyaksikan musim semi orang Jepang membuat hati sedikit minder. Tengok saja, mereka begitu berbahagia dapat menikmat musim dengan cara mengasikan. 
 
Lain hal di bangsa ini tiada musim seperti itu. Mengapa begitu sulit menjumpai kehidupan dengan memandang bunga-bunga elok secara bersama di pinggir jalan? Terlintas di dalam benak, apakah harus membuat taman di hati dengan bunga-bunga, pohon rindang, dan daun kuning berjatuhan di lantai jalan? 
 
Begitu berbahagia jika dapat membuat musim semi di dalam hati. Tapi, bagaimana membayangkan jika tercipta di dalam hati musim semi? Apakah harus memasuki hati secara bersama menonton bunga bermekaran? 
 
Lalu bernyanyi dan berdansa di dalam hati secara bersama. Bukankah sesuatu hal seperti ini merupakan kesejukan hidup? Bukankah pula hidup semacam ini diidam-idamkan setiap manusia? 
 
Namun, masa mudah telah menolak untuk menciptakan musim semi di hati. Masa muda begitu menghalangi untuk berdansa dan bernyanyi bersama di dalam hati. Menurut masa muda, engkau terlalu dini untuk mengalami masa itu. 
 
Terlalu cepat untuk menciptakan musim indah di dalam hati. Terlalu cepat menarik masa muda di ruang indah itu. Masa muda adalah kesunyian dengan pergolakan antara  musim semi di hati. Apakah engkau akan memungkiri kesunyian di masa mudamu sendiri? 
 
Begitu kejam dan sadir engkau meninggalkan diri sendiri di ruang musim semi di hati itu. Ruang hati di masa muda patutnya engkau hiasi dengan segala pergolakan tentang persoalan bumi manusia. Itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...