Senin, 10 Januari 2022

Dari Balik Jeruji Besi

Dari Balik Jeruji Besi
 
Hidup selalu begitu-begitu saja, ada dualisme di setiap kehidupan di bumi manusia. Ada yang berbahagia, pasti pula ada yang menderita di balik kebahagiaan orang lain. Jika di telisik negara Pewayangan selalu berkutat pada  dualisme itu-itu saja. 
 
Memang hal itu, ada satu permainan para dalang pewayang manusia di balik kehidupan semacam itu. Antara  tidak adanya sikap tanggung jawab, kelalaian, dan sikap iblis yang mengakar di tubuh para dalang dan wayang yang dikendalikan dalang. 
 
Surat kabar pada sore ini mengabarkan di Tigaraksa dekat dengan Batavia telah terjadi peristiwa yang memilukan dari balik jeruji besi. Peristiwa itu merengut nyawa puluhan tahanan penjarah.  Sih jago merah telah memeluk dengan warna cintanya, yaitu merah. 
 
Akibatnya orang-orang di dalam jeruji besi itu berubah menjadi abu. Kerangka tubuh sudah tidak berbentuk lagi. Amburadul!
 
Sedangkan pada tembok dinding, semula berwarna cerah kini beralih ke warna gelap. Artinya warna ini menandakan, bahwasanya kengerian telah terjadi sesuai makna gelap itu sendiri. Lantas bagaimana dengan struktur bangunannya? Bangunan penjarah sendiri, atapnya dibungkus dengan seng itu berjatuhan, dan kayu-kayu yang menopang atap menjadi arang. 
 
Rasa pedih, sakit, teriakan menggelegar meminta tolong di dalam jeruji besi ter gambarkan suasana pada saat itu. Mungkin juga, isak tangis puluhan tahan tak terkirakan lagi berapa banyak jumlah tertumpah. Harapan dan kepasrahan dua hal yang selalu menyelimuti puluhan tahanan yang terlelap sih jago merah. 
 
Sebab, hampir 2 jam lamanya sih jago merah itu bergelut di lapas. Bukan ini satu hal yang amat memilukan? Bagaikan orang yang sedang dikupas kulitnya menggunakan silet berjam-jam lalu diberikan jeruk nipis. Perih: sakit: tak tertahankan: mengerikan: memilukan. 
 
Tapi.... Itu kini tinggal sejarah saja. Mereka telah binasa, mereka telah tertidur selamanya. Dan catatan buruk hak asasi manusia saat ini telah tercatat kan di negara Pewayangan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...