Senin, 17 Januari 2022

Aku Harus Bagaimana di Hadapan Cinta?

Aku telah terikat di ruang cinta yang hening itu. Ruangnya begitu sepi hanya ada aku dan sepotong kertas bertuliskan nama seseorang. Aku membaca satu demi satu beberapa huruf itu.

Perlahan aku membacanya dengan nada lembut. Suaraku memang tak lebih besar dari bunyi-bunyi ombak lautan. Aku tahu nyaliku selama ini di dalam dunia cinta hanya sebesar biji anggur.

Lihatlah diriku berdiri kaku di ruang sepi memperhatikan secarik kertas. Menangis, dan rapuh mempertanyakan tentang hati yang kosong: mengapa aku tak mampu mengatakan sepotong ungkapan rasa?

Pertanyaan itu mengingatkanku pada masa kecil. Suatu hari, di sudut sekolah aku sedang bermain kelereng mataku tiba-tiba memperhatikan seorang perempuan anggun hadir di depan mata. Ada getaran hati, dan ada getaran ketertarikan dari pandangan itu.

Namun, pandangan itu hingga saat ini tak pernah keluar dari mulutku untuk mengatakan: mengapa aku menyukai perempuan sepertimu? Mengapa ada getaran di hatiku?

Aku selalu meninggalkan pertanyaan itu di ruang keheningan, di kediaman hati, dan pertanyaan itu hanya aku saja mengetahuinya. Betapa payah memasuki dunia cinta. Memilih untuk berdiam diri tentang rasa demi satu sikap, yaitu agar ia tidak mengetahui bahwa aku mencintainya.

Kembali kepada masa saat ini, telah beberapa tahun lamanya aku tidak merasakan getaran cinta. Tetapi, seorang perempuan hadir di kehidupanku lagi. Dengan raut wajah anggun, dengan penampilan sederhana, dan dengan tipe pikiranku ia hadir.

Tak tahu bagaimana gejolak ombak dalam diri ini begitu menggebu-gebunya. Terpikat hati dan pikiran, hariku kini kerap berlayar di atas imajinasi-imajinasi namanya juga wajahnya.

Kendati begitu, aku takut tentang rasa ini tidak akan sampai lagi ke telinga perempuan itu. Layaknya masa-masa kecilku yang tak mampu mengucapkan kata yang tersembunyi di hati.

Aku harus bagaimana untuk memberanikan diri mengucapkan sebuah kalimat ini:

Jika aku diberikan kesempatan untuk mencintaimu. Aku ingin mencintaimu seperti tulisan yang mampu dikenang dan dibaca banyak orang. Ia abadi.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...