Senin, 17 Januari 2022

Aku Sampaikan Rasa Sakit Mas Muda

Sakit. Satu kata dapat diucapkan tentang kehilangan diri yang simpel dan sederhana. Kehilangan itu benar-benar membuat diri berada di dunia linglung dan stres begitu dahsyatnya.

Aku menghitung hidup di dunia kacau itu tatkala dimulai ketika awal tahun hingga saat aku menulis ini. Tak tahu aku harus bagaimana menghadapi kehidupan semacam itu. Benar-benar menyakitkan aku menghadapinya di dalam kamar sempit bernama kos-kosan.

Termenung menghadap dinding kamar, menyalahkan rokok, dan memutar beberapa lagu. Itu hal yang sering aku lakukan dalam dunia kekacauan ini. Beberapa pertanyaan dalam diam yang hening aku melontarkannya:

Mengapa aku kehilangan diriku? Apa yang membuat diriku menjadi begini? Mengapa banyak pekerjaan yang aku tunda? Mengapa hasyrat menulis perlahan-lahan lesu? Mengapa kecemasan selalu berputar-putar dalam pikiran? Apakah angan-angan atau cita-citaku di masa depan sudah tidak bisa diharapkan?  Mengapa jam tidurku berantakan? Mengapa aku jarang membaca buku lagi seperti dulu?  

Sebenarnya masih banyak lagi pertanyaan yang aku lontarkan di keheningan. Tapi, itu saja yang ingin aku sampaikan kepada pembaca. Aku ingin berbagi tentang masa mudaku yang memiliki pergulatannya sendiri.

Bukan. Bukan maksud untuk ingin berbagai tentang kepedihan dalam menjalankan hidup di masa muda kepada orang lain pula. Sehingga, merasakan apa yang aku rasakan. Namun, dalam diriku ingin bersahabat dengan para pendengar. Orang yang pandai mendengar itu tujuan dari menulis ini.

Sebab, telah lama aku perhatikan banyak orang mampu menjadi orang pandai dalam beretorika atau bercakap-capak. Tapi, justru sebaliknya aku belum begitu banyak menemui orang-orang pandai mendengarkan.

Kembali lagi pada tentang rasa sakit di masa muda ini bagiku salah satu obatnya didengarkan. Kemudian, tidak ada penghakiman, tapi dirangkul. Dengan begitu, dalam hidup ada semacam kasih sayang di dunia kehidupan manusia.

Di dunia ke tidak pastian ini aku menari-nari dalam hening kesendirian. Di dunia masa muda  pergolakan kecemasan ini. Aku bagaikan bunga layu menanti musim semi. Itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...