Senin, 10 Januari 2022

Sepeda Ontel Bapak

Sepeda Ontel Bapak 
 
Mari kita gunakan sepeda,  mengayunnya ke lembah-lembah sawah. Lalu menengok alam yang hijau dan menengok petani sedang membajak sawahnya. Sembari juga mendengarkan kicauan burung, aliran air yang mengalir ke setiap ladang sawah para petani. 
 
Kemudian, kita juga bisa menyiulkan mulut untuk memanggil angin. Layaknya masa kecil  yang sedang bermain layang-layang, selalu menyiulkan mulut. Sebagai kehendak merasakan keelokan dari kehidupan. 
 
Begitulah lakon hidup kebahagiaan yang amat sederhana yang mungkin tak kita sadari. Sesederhana itu ternyata memperoleh kebahagiaan. Hanya dengan bersepeda  menelusuri setiap lembah-lembah sawah, dan bernyanyi bersama alam.  
 
Kata ibuku, hiduplah dengan sederhana, jika bisa bahagia dengan berlaku sederhana kenapa tidak menjalankannya sahaja?  Kata ibu kepadaku lagi, tengoklah bapakmu hidupnya amat sederhana. 
 
“Semasa kau kecil dulu, bapak mengajak kau untuk menelusuri desamu dengan sepeda ontelnya. Lalu, bercakap-cakap tentang kehidupannya yang telah dijalankan barang hampir setengah abad. Tentunya itu berbicara persoalan kesederhanaan bapakmu.  Kau tentu juga masih ingat tentang ingatan masa kecilmu itu, bukan?” ujar ibu waktu itu. 
 
Kebahagiaan artinya menjalankan kehidupan dengan rasa syukur. Dapat merasakan setiap pemberian alam, dan sedapat mungkin membagikan kebahagiaan kecil di lubuk hati. Itu pesan yang aku dapat waktu bercakap bersama ibu. 
 
Kadang kala kebiasaan orang tua berlaku sederhana menular kepada anaknya. Mungkin, apa yang aku dengungkan tentang kesederhanaan hidup merupakan efek kebiasaan orang tua mengajarkan kepadaku. 
 
Bapakku juga mungkin begitu apa yang aku rasakan saat ini. Barangkali, mbah aku berlaku sederhana dalam menjalankan hidup. Sehingga, bapak mengikuti jejak filosofisnya. 
 
Waktu itu, aku pernah beberapa kali diajak oleh mbahku berkunjung ke sawah. Kemudian di ladang, menamlah aku bibit padi. Ada yang aku amati pekerjaan hari itu, kesederhanaan, kebahagiaan, dan percakapan  cinta aku dan mbah menghantarkan kebahagiaan yang diperoleh dengan sederhana. 
 
Hidup yang bahagia memang tidak muluk-muluk  datang dari keagungan harta. Tapi, ia hadir melalui hati merasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...