Radio Lawas dan Ingatan Silam
Ia berkata, "hidup begitu kacau, ke sana kemari manusia saling senggol menyenggol, sikut menyikut, dan jatuh menjatuhkan bahkan sampai bunuh membunuh : entah itu untuk merebut jabatan, pengakuan dari masyarakat, atau untuk memenuhi nafsu-nafsu yang tak terkontrolkan."
Secangkir kopi, senandung musik di radio lawas bergema kala sore datang. Waktu yang pas untuk merehatkan badan dari hiruk pikuk kehidupan manusia. Tentunya pula, sambil menikmati lintingan tembakau.
"Memang, bila kita kaji lebih jauh
Dalam kekalutan, masih banyak tangan
Yang tega berbuat nista... oh."
Gema-gema suara nyanyian dan petikkan gitar Ebit G Ade yang menusuk sanubari, dan lirik-lirik mengajak untuk merenungi setiap lakon hidup. Begitulah kiranya karakter dari seorang penyanyi ini, ia pandai dalam membuat lirik-lirik lagu untuk manusia renungkan.
Tak terkecuali seperti seorang kakek bernama Tumidi. Seorang kakek yang berusia hampir satu abad, dan sangat menyukai radio lawas yang di dalamnya sudah tersaji penyanyi semacam Ebit G Ade.
Sehingga musik-musik semacam itu, dapat membuat ia tenang serta dapat mengingat setiap kehidupan yang telah ia lalui. Mulai dari era kolonial, orde lama, orde baru, reformasi, dan era revolusi industri 4.0 saat ini.
Tentunya di setiap era memiliki perbedaan. Namun, terlepas akan hal itu sifat tamak dari manusia tidak pula kunjung hangus. Nampaknya sifat itu akan kekal abadi hingga sampai bumi ini tiada lagi. Tinta-tinta yang tertulis di dalam sejarah telah membuktikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar