Senin, 10 Januari 2022

Catatan Sejarah Dalam Hening

Catatan Sejarah Dalam Hening

Dalam ruang yang hening. Mata, hati, dan pikiran hanya tertuju pada lembar-lembar yang telah bermuara menjadi sebuah dokumen-dokumen sejarah. 

Di dalam lembar-lembar catatan sejarah itu: darah mengalir bagaikan aliran sungai, bunyi-bunyi jeritan manusia, serta tawaan manusia begitu besar bergema. Hingga mengguncang ruang hati. 

Catatan sebuah sejarah bukan hanya pada warna kertas hitam dan putih. Melainkan bermacam-macam warnanya. Begitulah ukiran dari sejarah peradaban manusia. 

Anak-anak kecil dipaksa menonton yang tidak seharusnya ia tonton. Ibu-ibu yang seharusnya dilindungi karena ia yang telah melahirkan rahim peradaban, justru ditumpas begitu bengisnya. Bapak-bapak yang seharusnya mengayomi keluarganya di bunuh tanpa ada belas kasih. 

Ah sudahlah, sejarah umat manusia selalu mencacat sebuah kekejian. Aku  sudah memperhatikan tindak tanduk manusia, bahwa manusia telah membuang rasa simpati dan akal sehatnya sendiri. 

"Peperangan melawan diri sendiri kiranya lebih dahsyat, ketimbang peperangan bom dan bom." Manusia harus kembali pada dirinya, manusia harus sudah sejak dalam diri berani berperang dengan hawa nafsu. Ia harus bisa memenangi peperangan itu. 

Oleh sebab, hanya dengan itu manusia bisa membangun peradaban dengan elok dan penuh dengan keindahan. 

Aku merindukan dunia yang tidak ada peperangan. Aku merindukan dunia yang anak kecil bisa bermain dengan tenang tanpa ada bunyi-bunyi bom. Aku merindukan orang-orang yang sedang beribadah di tempat ibadahnya dengan tenang dan tidak ada rasa takut.

Ke manakah aku bisa melihat dunia semacam itu? Atau, bagaimana kita akan memulai peradaban semacam itu? Apakah kita tidak ada semacam kerinduan dengan sejarah yang penuh dengan ketenangan, dan tidak ada orang-orang mati karena politik, agama, budaya, dan semacamnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...