Senin, 10 Januari 2022

Nama Aku Siti

Nama Aku Siti

Orang memanggilku dengan sebutan Siti. Tubuhku ini sangat hitam dan kumal, keseharianku biasanya menjual tisu dan menjual kerupuk di kota Yogyakarta. Tepatnya, menjual di lampu-lampu merah dan di pinggir-pinggir jalan (Jln. Kota baru dan Jln. Kusuma Negara) 

Kebiasaan itu aku lakukan dari umur enam tahun, hingga saat ini kelas empat SD. Aku juga, mempunyai satu orang adik yang aku sebut namanya Hafad. Ia juga sering membantuku saat berjualan tisu dan kerupuk tersebut. 

Sedangkan tempat tinggalku di belantara kali. Tempat orang-orang ciliknya Yogyakarta. Tempat yang berbeda dengan kehidupan Yogyakarta yang kata banyak orang sangat istimewa. 

... 

Siti itulah diriku, tanpa sedikit pun orang tahu makna dari nama yang diberi ibu dan ayah itu. Aku pun sebaliknya begitu, sesungguhnya tidak tahu persis makna dari nama itu. 

Aku hanya tahu, bahwa takdirku hidup di jalanan bersama ibu untuk mendapatkan sesuap nasi di era modern ini. Ayah pun, aku tidak tahu bagaimana rupanya, bola matanya, hidungnya, sedang apa, dan di mana. 

"Tuhan, apakah sesungguhnya engkau memberikan jalan takdirku begini pahitnya?" gumun gadis kecil itu seraya menggugat takdir. 

"Ibu, mengapa aku berbeda dengan anak lainnya? Anak-anak seumuran denganku sedang asyik bermain dan belajar bersama teman-teman, sedangkan aku dan adik hidup di jalan berjualan tisu dan kerupuk? Mengapa aku berbeda ibu?" tanya Siti kepada ibunya sehabis berjualan dan sambil istirahat di dekat ibunya. 

Pepatah bijak mengatakan, diam itu emas. Ibu Siti hanya diam menerapkan pepatah itu. Ia tidak ingin menjawab, bahkan ia hanya batuk-batuk kecil: "uhuk, uhuk,". Kalaupun menjawab, persis dengan jawaban hari-hari sebelumnya. 

"Suatu hari nanti engkau akan mengerti, Siti. Suatu hari nanti, engkau akan mendapatkan jawaban atas pertanyaanmu." 

" Sudah saat ini kita beres-beres dan pulang lebih cepat. Ibu sedang tidak enak badan," ucap Ibu Siti sembari dengan berdiri dan ingin pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...