Tepat pada 8 tahun lalu. Angin pada sore hari di pondok pesantren menjatuhkan dedaunan di halaman kelas. Ada seorang perempuan berdiri memandang satu daun kering jatuh di depan matanya. Lalu perempuan itu mengambilnya.
Sedangkan, berjarak kan 100 meter dari perempuan berkaca mata itu. Seorang laki-laki kecil memandangnya dengan mata elang. Matanya tidak mengedipkan cukup lama, dalam hatinya berbisik: “Apakah ini yang dinamakan cinta pertama?”
Selang beberapa waktu laki-laki itu baru tersadarkan, bahwa perempuan itu menatapnya. Tetapi, tatapannya seolah-olah mengusir: tidak menyukai keberadaannya.
Namun, laki-laki itu tetap tidak bisa pergi, tubuhnya seolah-olah kesetrum, berdiri kaku, matanya melotot, dan berkeringat dingin.
Perempuan itu acu tak acu lalu pergi, tanpa meninggalkan pesan ataupun kesan yang baik. Tetapi, lelaki itu riang dalam hatinya. Seolah ia sedang hidup dalam surga, walaupun hidup dalam penjara suci.
Bergegaslah ia pulang ke kamar asrama. Lalu, berbaring memikirkan perempuan berkaca mata yang ia temui di depan kelas. Hingga sampai ia tertidur dan tenggelam dalam mimpi-mimpi perempuan itu.
Tepat ketika ia terbangunkan dari mimpi-mimpinya. Ia tersadarkan bahwa ia telah tertidur begitu lama, 8 tahun. Dan dalam mimpi-mimpinya kisah itu tetap berputar persis seperti angin yang menjatuhkan dedaunan di halaman kelas beberapa tahun lalu.
Kesannya sama seperti dulu, dingin, pahit, dan menyetrumkan. Akan tetapi, perempuan tersebut meninggalkan pesan: sebuah risalah cinta yang tak kunjung tuntas.
Apakah seorang laki-laki itu akan tetap bertahan dalam mimpinya? Atau kah ia akan pergi sejauh-jauhnya dari perempuan tersebut?
Sebuah perjalanan cinta, seorang anak kecil dalam ingatan 8 tahun lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar