▫️Menggugat Zaman▫️
Dalam kesunyian malam aku ingin berdansa dengan ketenangan. Hirup pikuk kehidupan tiada hentinya menghantam seluruh pikiran dan hati, maka dengan berdansa di kesunyian aku berharap ketenangan menghampiri. Hanya itu harapan bertemu ruang sunyi tiada lebihnya.
Seorang ibu datang kepadaku ingin meminta mengajarkan anaknya baca tulis. Sebab, kondisi pandemik sekaligus perilaku pemangku kuasa dewasa ini benar-benar mempersulit harapan masyarakat cilik.
“Mas, mas Feby, tunggu bentar ada yang mau diobrolkan.” Saut ibu-ibu padaku sewaktu turun dari anak tangga ingin menuju ruang ngaji di pinggiran kali Yogyakarta.
“Iya, bagaimana, Bu?” jawabku dengan lagak kalem.
"Begini, Mas, mau ndak mengajarkan anak saya membaca dan menulis? Karena saat ini kan kondisi pandemik, jadi sekolah umum kurang efektif takutnya anak saya ndak bisa membaca dan menulis. Mosok, masuk SD nanti ndak bisa begitu. Kalau soal pembayaaran tenang aja.” Gerutu ibu itu padaku.
Percakapan kurang lebih tidak lama itu, dan pertanyaan ibu itu tadi aku jawab dengan meminta waktu untuk memikirkan kembali untuk dapat menjawabnya. Sebab, banyak hal yang mesti aku pertimbangkan.
Namun, sesungguhnya poin yang terpenting pada realitas kehidupan masyarakat cilik itu. Terletak pada kondisi hari-hari ini, bagaimana takutnya orang tua bila anaknya tidak terdidik, dan masa kecilnya sirna begitu saja tanpa makna sesungguhnya.
Persoalan ini, aku kira tidak hanya dialami ibu ini saja. Tapi, banyak orang tua di pelosok negeri menghawatirkan pendidikan anaknya. Minimnya sarana prasaran untuk belajar bagi anak-anak rakyat cilik dan kurang efektifnya pengajaran di masa pandemik ini.
Tentu hal ini, menjadi momok mengerikan untuk keberlangsungan generasi penerus bangsa sekaligus kehidupan berbangsa yang bermutu. Realitas hari-hari ini, benar-benar menghantarkan diriku pada satu kegelisahan tiada hentinya. Imajinasi sekaligus hati selalu menggugat dalam ruang sunyi.
Semoga bumi dan hiruk pikuk kehidupannya lekas pulih beserta dapat bersiklus dengan baik. Ah, dansa pada sunyi malam ini terlalu berharap lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar