Senin, 10 Januari 2022

Memperkosa Ibu Kandungnya Sendiri

Memperkosa Ibu Kandungnya Sendiri 

“Mengapa negeri ini perlahan-lahan sudah tidak ada harga dirinya dan mengapa manusianya malah memperkosa ibu kandungnya sendiri (bangsanya sendiri). Bukankah ini suatu bencana besar, kakek?” Ucap Nuin menggugat keadaan negerinya, dan ingin mendengarkan persepsi kakeknya perihal keadaan negeri dewasa ini. 

Maka kakek berumur 85 tahun itu menyampaikan persepsinya kepada cucuk paling muda tersebut; Nuin, kau tampak jelas gelisah terhadap bangsamu, kau pula tampak memperhatikan betul gejolak  hilangnya martabat negerimu, dan kau cucukku, sangat mendambakan serta menantikan kewarasan manusia negerimu. 

Kakek harap kau mendengarkan betul apa yang menjadi perbincangan kita malam ini, yang dibarengi oleh hujan dan secangkir teh hangat tanpa gula. Lihatlah hujan malam ini, ia seolah ingin mengabarkan pada kita bahwa negerimu sudah tidak baik-baik saja atau sudah bisa dikatakan pada tahap ingin hancur sejadi-jadinya. 

Hujan paham betul cara mengabarkan bahwa ia sedang menangis. Termasuk melihat kondisi hari-hari ini sebagaimana banjir ada di mana-mana, tanah longsor, dan bencana alam lainnya. “Bukankah ini suatu tangisan alam yang buminya diperkosa oleh anak-anaknya sendiri, wahai cucukku? “

Terlepas akan hal itu, cucukku. Kakek sudah paham betul gelagat-gelagat manusia yang memimpin negerimu, mereka hanya gila jabatan, martaban, dan kekayaan. Tapi, kewarasan mereka ditempatkan dipantatnya sendiri alias martaban dirinya sudah tiada penting bagi mereka. 

Tak usah jauh-jauh membuktikan hal itu, lihatlah tempat tinggal kakekmu ini, tidak akan lama lagi akan terusik oleh mereka. Padahal, kami sebagian besar warga desa menolak akan perampokan itu, tapi mereka tetap mengotot, meneror, dengan dalih untuk kemajuan zaman. Mereka tidak paham menghormati orang seperti kakek ini yang berjuang memerdekakan negeri ini. 

Mereka sombong dengan kemajuan berpikir mereka di era modern ini. Tapi, sesungguhnya mereka akan tenggelam dalam keangkuhan itu sendiri, cucukku. Mereka seolah tidak paham menghormati leluhurnya sendiri, dan malah sibuk memperkosa tanah airnya sendiri hanya untuk kepentingan nafsu pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...