Aku duduk sendirian di pinggiran jembatan Kewek antara orang-orang yang sedang bercengkerama. Mereka tertawa, mereka bercerita satu sama lainnya, dan mereka menikmati minuman yang mereka pesan di angkringan itu. Aku melihatnya begitu senang, biar aku menjadi orang yang mendengarkan dan mengamati saja. Itu saja cukup.
Di bawah aku juga, tempat aku berdiam diri, terdapat aliran air sungai kecil. Ada orang yang sedang memancing di aliran sungai itu. Aku menatap dengan senyuman kecil.
Duniaku memang mendengarkan dan merasakan setiap momen-momen yang aku temui. Lalu aku mencatatnya sebagai teman kehidupan. Begitu enaknya hidup di antara sepi dan keramaian manusia.
Kemudian, aku melihat di atas sana terdapat orang-orang yang sedang mengemudi kendaraannya. Melalui angkringan kewek melihat kehidupan kota Yogyakarta begitu meneduhkan. Sembari pula aku menyalahkan musik, inikah senandung hidup yang begitu mengasikan?
Selain itu, aku melihat kereta api yang sedang bergerak. Pelan-pelan aku merasakan satu momen kehidupan yang memang mengasikan. Kesepian memang menghantarkan kepada satu kehidupan yang menari-nari dalam diam.
Melalui tulisan ini aku bersahabat dengan diriku sendiri. Melalui tulisan ini aku menari-nari dalam diam. Melalui diriku yang duduk sendirian aku dapat merasakan momen yang tiada duanya.
Mengapa kehidupan sepi begitu menyejukkan hati? Mengapa pula dalam diam sendirian aku tidak memedulikan tanggapan orang atas kesendirian aku? Mengapa orang-orang takut pada kesendirian?
Aku menitipkan pertanyaan dalam tulisan-tulisan dan menitipkan di setiap tempat yang aku kunjungi. Sebab, hanya goresan tinta-tinta sebagai teman yang mengerti tentang kehendak diriku. Hanya dengan menulis dan berkunjung di suatu tempat aku mengenal tentang kehendak diri.
Terima kasih angkringan Kewek dan senyuman orang-orang pada sore ini. Kalian masuk dalam duniaku. Benar, dunia universitas sunyi. Dunia yang penuh dengan kehidupan orang-orang terasingi oleh kehidupan. Tapi, inilah dunia sunyi yang amat mengasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar