Senin, 10 Januari 2022

Mengapa engkau menangis?

Mengapa engkau menangis?
 
Kita tidak saling mengenal, kita tidak saling berbicara, tapi mengapa kita dipertemukan hanya untuk saling bersembunyi? Ada kepalsuan di antara kita, aku sebagai orang yang pemalu untuk mendekatimu, dan engkau  sungkan untuk mengenalku lebih dalam. Kita hanya bertemu pada tempat yang sama, namun sembunyi-sembunyi dalam lirikan mata satu sama  lainnya. 
 
Sebegitu pengecutnya diriku, hanya berani mencintaimu di dunia kata. Aku melukis wajahmu, memelukmu, dan menari bersamamu hanya di dunia kata. Apakah duniaku begitu pengecut semacam itu? Mengapa aku berbeda dengan orang lain perkara mencintai? Apakah aku telah tenggelam dalam tangisan-tangisan yang tak ada hentinya di lorong sunyi itu?
 
Dapatkah engkau menjemputku dilorong sunyi, mengajak aku berbicara, dan berjalan bersama di bawah air hujan? Aku ingin memelukmu guna melepaskan nestapa yang membelenggu diri. Tapi, aku hanya ranting pohon yang rapuh, tak ada nyali sejauh itu.
 
Mengapa engkau menangis? 
 
”Hai Zal, mengapa engkau meringkuk di bawah purnama yang hening ini?” tanya Andini
 
Suara itu tak asing bagi Azal, ia mengenali betul suara lembut dari sih gadis tersebut. Ia bangun dari ringkukan badan, mengusapkan air matanya, dan kemudian menyambut suara Andini.
 
‘’ Aku hanya hidup dalam pengasingan Andini, inilah duniaku,” Jawab Zal. 

Zal, sudah lama aku perhatikan engkau, kita hanya saling memandang satu sama lainnya. Tapi, tak ada obrolan yang dapat kita utarakan dalam tatapan itu. Inilah hari pertama bagi kita bercakap-cakap, kata Andini.

Mengapa engkau menangis? 

Andini, ruang  hati kita sebenarnya telah dipertemukan, tapi keberanian kita untuk mengutarakan itu sanggat nol. Mungkin inilah cinta yang nikmat, cinta yang sembunyi-sembunyi, serta cinta yang tak ada suaranya.

Selama ini kita hanya saling menatap dan saling mengunjungi tempat yang kita telusuri. Sebagai suatu kehendak rasa untuk menuntaskan hasyrat rindu yang tak terpenuhi.  Inilah pola percintaan kita beberapa windu ini. Sebuah keniscayaan dalam kesedihan dan kesendirian yang tak ada ujungnya antara aku dan engkau Andini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...