Senin, 10 Januari 2022

Mengapa aku sulit menangis?  

Mengapa aku sulit menangis? 
 
Aku tak bicara hujan hari ini, biar lah mereka penulis lain membicarakannya. Aku di hari ini ingin menulis tentang tangisan. Ya, aku mengira hal ini penting untuk aku utarakan. Sebab, sudah sekian lamanya air mataku sulit untuk keluar. 
 
Apakah hatiku benar-benar keras, apakah air mata tak sudi lagi menjadi teman penderitaan hidup, dan apakah air mata hanya dimiliki mereka? Apakah aku sudah terperangkap di jaring kehidupan begitu keras? Sehingga, aku sudah terbiasa tidak menangis sekaligus suatu pekerjaan memberatkan diri itu melemahkan raga dan jiwa. 
 
Melalui kesendirian, sunyi, dan di tengah-tengah keramaian. Jono, duduk di pojok kafe malam di dekat tugu Yogyakarta. Orang-orang berpasangan satu sama lain, ada sedang bercakap bersama pacar, sahabat, dan keluarga. Kafe itu miliki mereka dengan hiruk pikuk suara bergemuruh layaknya desir ombak lautan. 
 
Namun, Jono hanya sendirian berteman dengan sunyinya hati. Wajah sedih masam, mata tak berkedip, dan secangkir kopi didiamkan di hadapannya. Jono, merapati nasib mudanya begitu keras. Ia dalam hati bertanya, “apakah kehidupan masa muda harus disibukkan dengan perkara orang tua, pekerjaan menumpuk sepanjang hari?” katanya berbisik dengan secangkir kopi. 
 
Akan tetapi, secangkir kopi tetaplah benda mati ia tidak menjawab pertanyaan Jono. Melainkan, terdiam dan memunculkan asap-asap juga aroma kopi. Jono menggugat lagi dalam diam pada dinding, “apakah aku tak dapat merasakan begitu santainya masa muda seperti orang lain?” 
 
Jono, ingin menangis dalam diamnya. Tapi, ia kesulitan menangis, ia ingin berkeluh kesah tentang masa mudahnya. Jono, tahu betul ia adalah orang pemuja sunyi tiada dapat orang mendengarkan kenestapaan dirinya. Hanya tulisan dan secangkir kopi Jono mengaduh.  Air mata sudah tak dapat lagi menjadi teman. 
 
Jon, inilah hidup ketetapan engkau pilih sebagai jalan masa muda harus diterima. Bukankah, engkau salah seorang pemberani memegang teguh sebuah kata, Ja sagen? Sekaligus kehidupan itu engkau merasa berat untuk dijalankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...