Senin, 10 Januari 2022

Kehendak Untuk Kebebasan

Kehendak Untuk Kebebasan  
 
Apakah aku tak berhak memiliki kebebasan? Apakah kebebasan itu hanya milik mereka yang bisa membeli segalanya dengan uang? Katakan kepadaku, apakah kebebasan itu milik mereka? Bukankah manusia dikutuk untuk menjadi bebas? Dengan bebas mereka bisa menari-nari di setiap deritaan-deritaan  kehidupan. 
 
Kata burung yang menyiulkan bunyinya kepada alam, kata angin yang menggoyangkan ilalang, dan kata sih kakek penjual buku di Taman Pintar Yogyakarta yang sedang membaca buku: apa enaknya hidup tanpa ada kebebasan? 
 
Lihatlah burung bagaimana jadinya bila ia tidak memiliki kebebasan, akankah ia bisa menyiulkan syair-syairnya dengan indah? Bagaimana jadinya pula kehidupan tanpa adanya kebebasan burung untuk menyiulkan syair-syairnya? Akankah keindahan kehidupan akan terasa leluasa jika burung tak lagi memiliki kebebasan? 
 
Tengok juga ilalang, bagaimana jadinya jika ia tidak memiliki kebebasan untuk bertumbuh. Akankah angin menghampirinya, lalu mengajak untuk menari-nari bersama? Akankah juga aku atau Anda bisa merasakan nikmatnya berada di antara angin dan ilalang? Lalu membacakan sajak-sajak kehidupan manusia yang terasingkan. 
 
Begitu juga dengan kakek penjual buku di Taman Pintar, Yogyakarta, lihatlah ia dalam diam yang bebas. Ia membaca sebuah buku, Orang Asing, karya Albet Camus. Bagaimana jadinya jika sih kakek tak memiliki kebebasan membaca? Sebagaimana Fernado Beaz, dibukunya Penghancuran Buku Dari Masa ke Masa, mengatakan, motif seseorang membakar buku hanya perkara ideologis. Pada intinya, manusia itu hanya ingin membatasi kebebasan demi kebebasan dirinya.
  
Kemudian, bagaimana jadinya jika penghancuran buku di Museum Baghdad terjadi di toko buku sih kakek itu tadi? Akankah kakek bebas untuk bertulangan lagi antara pikiran, imajinasi, dan buku yang dibacanya? Bukankah  kesedihan sih kakek penjual buku itu berlarut-larut demi kebebasan orang lain? 
 
Bumi  manusia dengan persoalan pada dasarnya adalah dunia yang ingin memiliki kehendak kebebasan bagi dirinya masing-masing. Hanya saja, bagi sih A kebebasan sih B adalah kesesatan. Sedangkan bagi sih B,  pelarangan kebebasan adalah muslihat demi kebebasan sih A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...