Senin, 10 Januari 2022

Di Bawah Hujan Gadis Itu Berdiam Diri

Di Bawah Hujan Gadis Itu Berdiam Diri
 
Menjelang sore awan hitam menyelimuti bumi Yogyakarta. Udara semula panas kini berubah menjadi dingin, angin-angin bertipuan siri berganti. Meniup buluh kuduk setiap orang di jalan. Pun orang-orang sudah dapat mengira bahwa hujan akan segerah turun.
 
Maka bersiaplah mereka untuk mengenakan payung dan jas hujan. Sedangkan anak-anak kecil bergembira manakala hujan akan turun, sebab bisa bermain air hujan dan bermain bola kaki. Anak kecil memang pandai dalam menciptakan kebahagiaan. 
 
Ketika hujan sudah turun, hujan memberhentikan hiruk pikuk aktivitas orang-orang. Kini bumi Yogyakarta benar-benar sepi, hanya ada beberapa kendaraan melintas. Manusia tenggelam dalam ratapan sunyi nan sepi. 
 
Di sisi para pedagang mulai sepi pengunjung,  mereka dihajar oleh sang hujan. Dipaksa oleh sang hujan untuk berteduh di belantara rumah orang dan meratapi kehidupan. Hujan adalah pendingin otak manusia. Hujan adalah mesin pemberhentian ekonomi. 
 
Hujan semakin deras menjatuhkan airnya, tak terhitung berapa banyak jumlah air yang dicurahkan ke bumi. Air mengalir begitu saja memenuhi jalan, lalu memasuki jalan-jalan sempit dan memasuki lubang-lubang kecil. Entah ke mana hujan akan bermuara. Yang pasti air akan kembali ke tanaman dan perut manusia. 
 
Aku lihat pula bunga memancarkan pesona kebugarannya, aku lihat pula daun-daun berjatuhan. Pohon-pohon menari-menari dengan pancaran senyuman. Aku lihat pula, debu-debu hilang seketika. 
 
Tetapi dari semua itu, ada yang menarik di mataku, yaitu seorang gadis yang berdiam diri di depanku. Ia duduk dengan takzimnya sembari menatap air hujan. Aku tak tahu pasti apa yang sedang ia rasakan dan pikirkan. Ia sangat anggun. 
 
Aku juga tak berani menatapnya begitu lama, hanya sekali-kali melihat. Bagiku mata perempuan, mata yang teramat tajam dan memesona. Sehingga mataku tak terlalu tahan untuk menatap. 
 
Aku hanya dapat mengira-ngira saja, barangkali gadis itu sedang tenggelam pada nostalgia masa lalunya. Masa kanak-kanak, masa percintaannya, masa di mana kebahagiaan dapat diciptakan dengan muda. Ah, gadis ini teramat lembut hati dan pikirannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku tak Sama Lagi

Di Kota Jakarta itu aku terdiam di dalam kos. Rupanya aku sudah menjadi anak pendiam bukan main. Aku orang baru di Jakarta. Lebih lagi, di l...