Ada peribahasa mengatakan bagai menjilat ludah sendiri. Peribahasa ini memang terkesan sederhana, tapi memiliki tafsiran mendalam. Semisal, dapat dibenturkan dengan orang yang berlaku hipokrasi terhadap pernyataan dan perilakunya.
Kita dapat mengambil contoh dalam kehidupan sehari-hari. Sebut saja contoh kasus Kesot yang sedang melakukan perbincangan dengan Darmin. Kesot, dalam perbincangan itu menceritakan kepada Darmin bahwa dia tidak menyukai Sulistri.
Kesot memiliki alasan tidak menyukai Sulistri karena ia melihat Sulistri sering cerewet atau bermulut besar. Selain itu juga, menurut Kesot, Sulistri kerap mengatur-ngatur orang lain termasuk dirinya, yang semestinya bukan urusan atau pekerjaan dia.
Namun, seiring waktu Kesot mulai menampakan tabiat aslinya. Ya, Kesot bagaikan buah-buahan yang bagus dan manis di luar. Ternyata itu hanya bungkus luarnya saja, di dalam diri Kesot terdapat kebusukan perilaku. Seperti halnya buah yang dijual bertumpukan pasti ada saja buah yang busuk tertimbun.
Sama halnya dengan Kesot mengingkari pernyataan dan sikap sebelumnya. Dia menelan air ludah sendiri alias dia saat ini justru menjadi anjingnya Sulistri. Ke mana-mana berlaku manis dan bermesraan pada Sulistri.
Cerita Kesot dan Sulistri ini tentu ada pelajarannya, bahwa apa saja yang dikatakan oleh orang lain terhadap diri jangan begitu dipercayai. Terkadang ucapan itu memikat dan manis diawal, tapi pahit di pertengahan atau diakhir.
Kemudian juga, bukankah cerita itu sesuai dengan ilmu pengetahuan yang mengajarkan untuk selalu berlaku skeptisme terhadap segala hal? Sehingga, tidak terjebak dengan muslihat-muslihat realitas.
Dengan begitu, pikiran dan perilaku diri mampu untuk tidak bertabiat hipokrisi atau menjilat ludah sendiri. Gitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar