Ucapan Menteri Kalang Kabut sekaligus mantan aktivis dalam menyoali peristiwa di desa surga tak boleh dibiarkan apalagi dipercayai begitu saja. Sebaliknya justru mesti dibantah.
Dia mengatakan, pemberitaan soal gruduk isilop ke desa surga yang mencekam dan tidak kondusif itu hanya ke-alayan media sosial belaka. Tegas dia kembali, desa tersebut tenang dan damai: ia memperkuat argumen itu dengan menyuruh publik untuk datang ke lokasi jika tidak percaya.
Pertanyaannya, apakah dia sudah pernah datang ke sana? Apakah dia mengetahui sepanjang hari warga tidak bisa tidur nyaman dan nyenyak? Apakah dia tidak mengetahui kondisi listrik dan sinyal sebelum gruduk itu mati? Apakah dia tidak membaca potensi isilop akan kembali lagi pasca peristiwa itu? Apakah dia sudah kehilangan nalar kritis sebagai mantan aktivis?
Selain itu pula, mantan aktivis tersohor itu mengucapkan peristiwa pengepungan isilop tidak membuat warga mengalami kekerasan dan korban. Begitu konyol dan ajaib, seorang akademisi, guru besar, prof, bahkan pejabat publik mampu mengucapkan statement ngawur ngalor ngidul.
Setidaknya, dengan memberikan pertanyaan kepada dia kembali mengetahui akal bulus di balik retorika sebelumnya: apakah seorang pejabat semacam dia tidak paham kekerasan simbolik alias psikis? Apakah dia tidak belajar psikologi atau justru pura-pura membodohkan diri? Apakah dia tidak melihat jeritan dan ketakutan anak-anak kecil karena moncong senjata, dan kendaraan-kendaraan tempur itu? Apakah dia pura-pura buta bahwa anak kecil di sana takut pergi ke sekolah, dan warga tidak bisa bekerja seperti biasanya?
Mestikah dengan itu, memberikan perspektif kepada dia bahwa sudah kehilangan moral dan kejujuran intelektual? Kekuasaan dan jabatan membuat pikiran dia menjadi kaset rusak. Sekaligus pula, hati nurani telah lama rapuh di lingkaran setan tanah.
Untuk itu, idealnya, mantan aktivis tersohor itu tidur bersama rakyat tertindas, agar akal dan hati tak rusak. Kemungkinan besar sebab adanya kemerosotan nalar mantan aktivis itu ia sudah nyaman dengan kehidupan serba ada mulai dari harta, tahta, dan jabatan. Sehingga, tak sudi hidup bersama rakyat cilik apalagi tidur bersama. Bukan main.
Memahami perilaku akal bulus mantan aktivis ini mengingatkan pada sebuah ungkapan Geogre Orwell: “Bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terdengar jujur dan pembunuhan menjadi dihormati."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar